Sungguh rasa berdosa. Belum pernah sebelum ini. Rasa dosa begitu menyesak di dada setelah habis Saman dibaca. Dosa kerana seperti saya membuang masa, lebih kurang lima jam dihabis bersama hasil cinta ghairah Ayu Utami.Selama itu, apa manfaat yang saya dapat? Ia seperti soalan. Sakit telinga dibuatnya.
Ayu Utami, sudah lama saya mendengar nama ini. Baru kelmarin saya berkesempatan membaca karyanya. Saya jenis suka ambil tahu (memang ini kerja saya) hal-hal yang sering diperkatakan--tuduhan, cemuhan, kutukan--sebelum saya sendiri ikut mengutuk.Dalam hal ini, Ayu Utami adalah antara nama selalu dikutuk orang sekeliling saya.Jadi, saya tidak senang duduk tanpa mengamati sendiri sumber kutukan itu.
Novel Saman, karyanya yang banyak dikutuk (ramai yang puji juga). Mula-mula membacanya saya sudah hairan, apakah jenis perempuan seperti Ayu Utami ini? Saman seolah-olah sebuah tarian telanjang yang ditari sendiri oleh Ayu Utami tanpa rasa malu-malu sambil membicara soal organ dan seks , mempertanya keberadaan dan keadilan tuhan tanpa rasa takut, membebel ketidakadilan sosial dan ekonomi khususnya Indonesia, kemarahan pada orang tua, persoalan gender yang tidak habis-habis---semuanya dilukis menerusi watak Upi, Pastor Wiss, Sihar, Laila, Yasmin, Cok, dan Shakuntala.
Jika mereka ini( Laila, Cok, Shakuntala,Yasmin) adalah cerminan masyarakat Indonesia( atau pemimpin masa depan di sana), saya makin tidak hairan melihat reaksi sang jiran itu pada tetangganya.
Tidak seperti buku ditulis si liberal yang lain-lain, saya tidak menyimpan marah pada Ayu Utami, cuma rasa sangat sedih. Mereka kan komunitas Utan Kayu. Apa nak hairan.
*Di sini ulasan yang baik tentang Saman (Ayu Utami) yang boleh dibaca.
2 comments:
hati2 buku juga ada racun...
Selamat Hari Raya.
Raya kat Siam ke?
Tapi buat pencinta buku, semuanya memabukan.
Selamat Hari Raya Enam :)
Tidak, semua ahli keluarga beraya di sini, Kelantan. Raya haji insya-Allah balik.
Post a Comment