Tuesday, April 12, 2011

Cut Nyak Dien, dan Sebuah Negara Impian

Kiriman buku Cut Nyak Din: Kisah Ratu Perang Aceh karya M.H Skelely Lulofs telah sampai ke tangan saya dengan selamat dalam bungkusan Pos Ekpress setelah berbulan-bulan di kirim oleh seorang kawan(Oh, bukan salah posmen tapi salah saya). Segera saya membelek sebuah esei dalam sebuah majalah.

Acheh Darulsalam....


Ada sebuah esei yang memberi bekas ke dalam lubuk diri saya tentang tanah rencong ini, tentang Cut Nyak Dien yang ditulis Rahman Arge, Ketika Cut Nyak Dien Menatap Indonesia, dalam ruangan Mastera, Dewan Sastera edisi Disember 2007. Sungguh, saya begitu menikmati esei ini, berkali-kali saya mengamatinya, dan setiap kali saya menelitinya terasa erti baru hadir dalam diri saya--erti hidup berwarganegara.


Saya membacanya acapkali dengan perasaan sebagai seorang minoriti; seorang yang terasa ditindas, seorang yang tidak puas hati, pemarah, pembenci, perungut, dan seorang mangsa sejarah--seorang pemberontak tanpa bom, tanpa bedil. Ada kadang-kadang juga sebagai seorang yang akur, dan penerima, redha--seorang yang lemah. Kali ini saya membaca sebagai apa? Sebagai seorang yang mencari sebuah rumah.


"Acehlah yang terakhir ditaklukkan Belanda; dan yang pertama terlepas dari kekuasaannya!" Dalam-dalam saya membaca kata-kata hikmat ini.


Pada 26 Mac 1873, FN Nieuwenhuijzen wakil Belanda mengobar perang ke atas Kerajaan Aceh, perang pun berlaku, bertahun-tahun. Tulis Rahman, "..Belanda ternyata harus mencatat malapetaka bagi dirinya ketika Aceh menggiring mereka ke dalam perang selama 80 tahun tanpa ada saat mengatur napas." Sebelum itu Belanda-Aceh telah menyepakati persetiaan kesemarataan dan setaraf pada tahun 1857. Tetapi dikhianati.


"Perang 80 tahun adalah raungan panjang terhadap pengkhianatan pada 'kesetiaan'. Inilah luka abadi Aceh yang sepertinya pejuang-pejuangnya, laki perempuan, tak kenal arti 'gugur', mem-bah sepanjang hampir seabad, menerjang kaphe goumpeunie."


Indonesia merdeka, Aceh juga merdeka, merdeka bersama Indonesia. Mari "..kita bayangkan ia menatap kita;menatap Indonesia lewat penglihatan kalbu."-- Rahman Arge menarik kita menggambarkan Cut Nyak Dien saat matanya samar-samar diakhir hidup di Sumedang, Jawa Barat--"Seakan ia bertanya,'Setelah penjajahan, akankah kemerdekaan setia pada 'kesetian'?"


Sesudah merdeka, "Rezim demi rezim berganti dan pengkhianatan terhadap kesetiaan jalan terus."Diikuti api perang saudara merah menyala membumihangus serata Aceh. Kadang api menjulang, kadang tinggal bara, ditiup angin lalu membakar lagi, sehinggalah ombak besar membadai terus memadam api itu. Kesetiaan kembali disepakati. Bunga-bunga harapan mewangi ke seluruh nusantara, untuk sebuah rumah.


Dan Rahman Arge tersenyum meninggalkan saya dengan sebuah penyataan,"Semua kita, yang di Aceh, di Papua, di Maluku, yang di mana-mana bertebaran sebagai anak-anak bangsa di Nusantara ini, adalah para pejalan jauh yang tengah menuju rumah. Rumah itu adalah Indonesia..."Semua manusia berjalan ke rumah mereka. Tinggallah saya keseorangan, teroleng-oleng di tengah sungai Golok menatap buku Cut Nyak Din ketika feri membelah ombak kecil menuju pekan Tak Bai, Thailand.




Saya mendongak, menatap bendera berjalur merah, putih dan biru berkibar-kibar. Lewat mata batin ini, bendera itu kelihatan koyak rabak, diselubung asap hitam! Inikah rumah aku?







Saya kembali menjatuhkan kepala, menatap cover buku ini, saat Cut Nyak Dien diserah kepada kekuasaan Belanda--bagaimana perasaan Dien saat di"lempar" keluar dari rumahnya, Aceh?

Terasa air mula membah kelopak mata, lalu mengalir ke pipi.

Feri merapat ke jeti. Buku Cut Nyak Din dimasuk ke dalam beg, untuk ditatap lain kali. Telapak tangan kiri mengesat-ngesat pipi, pagi yang berangin serta berdebu, mata jadi berair.

3 comments:

ulasbuku said...

Sdr mana boleh buku ini di Malaysia???

Isma Ae Mohamad said...

kawan saya beli di KL, saya tak tahu kedai mana. .Susah nak dapat buku Indon di kelate.

Norziati Mohd Rosman said...

Lamanya baru dapat...
Boleh beli di Gramedia Mines. Fajar Ilmu Baru pun ada