Pertama-tama, penulisnyaTrias Kuncahyono seorang Katholik. Dan inilah kali pertama saya membaca buku berkenaan Jerusalem menurut sudut pandang seorang bukan Islam.Ya, saya sudah terbiasa dengan sisi orang bukan Islam bila menilai konflik di Asia Barat dalam pelbagai makalah,dan sembang-sembang.Yang saya kata pertama adalah kerana konflik ini dicermati dari sudut pluralistik dan dilapor dari sudut 'jurnalistik damai' bukan 'jurnalistik perang'.Dengan membenar atau menghormati hak orang Islam, Kristian dan Yahudi.
Memang, mungkin akan ada orang Islam kurang senang dengan penilaian begini.Beberapa teman saya melarang saya membacanya.Tetapi bagi saya, saya membaca buku ini atas semangat toleransi Salehuddin al-Ayyubi yang pernah meneduhi umat manusia di Jerusalem ketika Islam berkuasa dahulu. Hanya toleransi pihak yang berkuasa dapat mematikan konflik berabad-abad ini. Ternyata penguasa sekarang, Israel terus-menerus mengklaim dan menekan hak-hak orang Islam.Dasar Yahudi!
Dasar Yahudi yang takut pada bayang-bayang ini juga menimpa Trias ketika mula-mula melakukan perjalanan dari Bangkok ke Tel Aviv.Di Bangkok lagi, pelbagai soalan dan pemeriksaan terpaksa dilalui.'' Mau protes?Tidak bisa! Hanya rasa sebal menggantung di hati melihat semua itu.''
Konflik Asia Barat bermula, ''Pada 9 Desember 1917, Inggris menduduki Jerusalem di bawah pimpinan Janderal Edmund Allenby. Pada tahun yang sama, Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour memberikan isyarat kepada seorang Zionis kaya dan berpengaruh, Lord Rothschild, bahwa Pemerintah Inggris mendukung terbentuknya sebuah homeland bagi Yahudi di Palestina.''
Sejak itu hingga kini telah berlaku perang, intifadah, rundingan demi rundingan, resolusi demi resolusi semua tidak berbekas--Israel makin mencengkam!Tembok-tembok makin panjang dibina! Kawasan penempatan Yahudi makin luas dibuka!Dan darah-darah anak-anak Palestin makin banyak tumpah!
Tulis Trias, ''Jerusalem bukanlah kota malaikat. Jerusalem juga tempat tinggal manusia. Kerana itu, nafsu-nafsu manusiawi pun tetap hidup di kota suci ini.''
''Damai dan perdamaian lebih banyak diucap di kota ini. Tetapi, pada saat bersamaan, pengkhianatan terhadap perdamaian pun serentak terjadi di kota yang dielu-elukan itu.Tentera ada di mana-mana. Di setiap tempat, orang diperiksa. Bom mobil juga tak henti-henti meledak. Para pengebom bunuh diri pun tidak mengenal kata akhir,'' keluh Trias lagi.
Pada faham Trias, sikap pluralisme perlu ada pada setiap umat manusia yang menuntut hak ke atas Jerusalem;Islam, Yahudi dan Kristian--tiga-tiga umat yang mengaku berasal dari leluhur Nabi Ibrahim atau Abraham. Ini sudah tentu bersalahan dengan kita, umat Islam--hanya Islam yang benar! Tetapi itu tidak menjadi kita keras dan menidak hak-hak orang bukan Islam.
Seorang penulis barat mencatatkan (saya lupa buku dan penulisnya) lebih kurang begini; ''Hanya ada dua zaman yang amat makmur bagi toleransi beragama di Jerusalem iaitu zaman Umar al Khattab dan zaman Salehuddin al Ayyubi.''
Plural No. Toleransi Yes.
Plural No. Toleransi Yes.
Membaca buku kembara ini, secara keseluruhannya membawa pembaca kepada sejarah dan teologi tiga agama terutama Kristian dengan memetik apa yang dicatat pada Perjanjian Lama dan Baru.Tentulah, ketidaksenangan akan timbul buat pembaca Melayu yang tidak terbiasa dengan kata 'Allah' untuk tiga agama ini.
Apa pun, saya terasa tergerak mahu mengunjungi kota Jerusalem satu hari nanti. Insya-Allah. Lagi pun saya warga Thailand. Thailand punya hubungan diplomatik dengan Israel.Saya tahu, ada fatwa mengatakan haram mengunjungi Israel saat ini.Tapi kita bukan mahu ke Israel, kita mahu ke Jerusalem atau Baitulmaqdis. Hanya sahaja perlu lalu Tel Aviv untuk ke sana.
Trias Kuncahyono
Kompas
978 979 709 3661 7
Cetakan kedelapan Januari 2009